Selasa, 30 Oktober 2007

Penyelesaian Penggelapan Pajak Di Luar Pengadilan Menusuk Hati Rakyat

[The Indonesia Watch] - Rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk mempertimbangkan kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri (anak perusahaan Raja Garuda Mas milik taipan Sukanto Tanoto) di luar pengadilan, sangat memprihatinkan dan menusuk-nusuk hati nurani rakyat. Apalagi, potensial kerugian negara yang berhasil dideteksi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencapai angka Rp 1,3 triliun lebih, sebuah mega skandal keuangan yang sangat luar biasa besar.

Seharusnya Presiden SBY langsung mengkoordinasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung untuk bekerjasama dengan Ditjen Pajak segera mengusut tuntas kasus ini, serta menyelidiki motivasi Menkeu dibalik rencana penyelesaian di luar pengadilan atau out of court settelement.

Kasus ini sangat penting untuk mendapat perhatian publik, soalnya pemerintahan SBY yang dinilai mulai tegas dalam penegakkan hukum, belakangan malah dicitrakan melakukan “tebang pilih” dalam beberapa kasus hukum yang melibatkan pengusaha dan perbankan. Persepsi itu akan menjadi kenyataan, jika kasus Asian Agri benar-benar digiring ke luar pengadilan oleh oknum-oknum pejabat pemerintahan SBY.

Seperti diberitakan media massa, Direktur Intelejen dan Penyidikan Pajak Mochammad Tjiptardjo menjelaskan, setidaknya Asian Agri harus membayar negara sebesar Rp 6,5 triliun, jika pajak yang diduga digelapkan sekitar Rp 1,3 triliun. Berdasarkan laporan terakhir dari penyidik pajak, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun, naik dari perkiraan semula, Rp 794 miliar. Angka tersebut diperoleh dari praktek transfer pricing, hedging, dan pengeluaran fiktif.

Untuk meminimalisasi kerugian negara yang kemungkinan bobol dalam kasus ini, kami mendesak Pemerintahan SBY untuk menyelesaikan kasus ini tetap dalam koridor hukum. Sehingga penyelesaikannya tidak di luar pengadilan yang justeru mengundang hadirnya setan korupsi – yang kini kita perangi berasama. Pemerintahan SBY harus mampu mendorong penyelamatan uang negara dengan melimpahkan kasus ini kepada Kejaksaan Agung, untuk selanjutnya diajukan ke pengadilan. Insya Allah.

(Sumber : Rakyat Merdeka Dotcom (31/10/2007), Kontan (31/10/2007), Pelita (31/10/2007), Majalah Trust (5-11/11/2007), Majalah Forum Keadilan (5-11/11/2007).

Senin, 22 Oktober 2007

Kecewa Pengangkatan Tim Sukses SBY-JK di Sejumlah BUMN

[The Indonesia Watch] - Kami sungguh prihatin dan kecewa membaca berita bahwa sejumlah tim sukses SBY-JK kini memperoleh kompensasi dengan menduduki sejumlah posisi penting di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mengapa ? terus terang, kejadian demikian sama sekali bukan pembelajaran yang baik bagi bangsa, bahkan bisa menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan nasional ke depan. Parah sekali jika pemimpin nasional berganti, model seperti ini dilestarikan oleh penerusnya.

Dalam pandangan kami, akan lebih baik dan elegan, apabila para tim sukses di masa lalu tersebut dapat dtempatkan di perusahaan-perusahaan milik keluarga SBY, maupun di perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kolompok usaha JK. Dapat juga ditempatkan di perusahaan-perusahaan milik simpatisan SBY - JK. Dengan demikian bisa menepis upaya politisasi isu penempatan sim sukses SBY – JK di perusahaan BUMN, jika ada.

Media massa mencatat sejumlah tim sukses kini menjadi komisaris dan dewan pengawas di sejumlah BUMN, seperti Mayjen (Purn.) Samsoeddin (mantan Sekjen Tim Kampanye) menjadi Komisaris Jasa Marga, Umar Said (mantan Ketua Seksi Kampanye) menjadi Komisaris Pertamina, Brgjen Rubik Mukav (mantan Ketua Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data) menjadi Dewan Pengawas TVRI, Hazairin Sitepu (mantan Waka Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data) menjadi Ketua Dewan Pengawas TVRI, Dino Patti Djalal menjadi Komisaris PT Danareksa.

Selain itu ada juga nama Mayjen (Purn) Soeprapto (mantan Ketua Seksi Pembinaan, Penggalangan, dan Pengerahan Massa) sebagai Komisaris Indosat, yahya Ombara (Sekretaris Seksi Pembinaan, Penggalangan dan Pengerahan Massa) sebagai Komisaris PT Kereta Api Indonesia (KAI), Mayjen (Purn) Sulatin (mantan Koordinator Wilayah Sulawesi) sebagai Dewan Pengawas Bulog. Beberapa mantan anggota Tim Khusus juga memperoleh jabatan komisaris, seperti Andi Arif (Pos Indonesia), Heri Sebayang (PTP Sumatera Utara), Syahganda Nainggolan (PT Pelindo). Tidak tertutup kemungkinan masih ada nama lain yang tidak termonitor media.

Oleh sebab itu ke depan, sebaiknya Presiden dan Menteri Negara BUMN dapat menetapkan kriteria-kriteria yang jelas mengenai pengangkatan pengurus BUMN ini. Jika perlu dimasukkan klausul bahwa pihak-pihak yang terafiliasi dengan kekuasaan diminimalisasi, agar pemikiran negatif bahwa BUMN seringkali jadi bulan-bulanan dan "sapi perah" kekuasaan, mulai bisa dihilangkan.

Terus terang, bangsa ini belum menjadi bangsa yang senang-gembira, kita masih susah dengan berbagai persoalan rakyat sehari-hari. Jangan lagi ditambah dengan persoalan-persoalan lain yang kita sendiri paham betul penyelesaiannya sulit. Kami sangat berterima kasih, jika Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil dapat menjelaskanmasalah ini kepada karyawan BUMN dan juga kepada publik – sebagai stakeholder BUMN..

Selasa, 16 Oktober 2007

KPK Segera Usut Voucher BUMN

[Tempo Interaktif] - Komisi Pemberantasan Korupsi segera memanggil direksi badan usaha milik negara untuk mengklarifikasi pembelian voucher belanja dalam jumlah besar menjelang hari raya Idul Fitri. Voucher ini diduga diberikan guna memuluskan urusan bisnis."Direksinya akan segera kami panggil," kata Direktur Gratifikasi KPK Lambok Hutauruk saat dihubungi Tempo kemarin.

Namun, Lambok tidak menjelaskan kapan pemanggilan itu dilakukan dan BUMN mana saja yang akan dipanggil. "Yang jelas, sudah diatur soal itu," katanya.Pembelian voucher dalam jumlah besar itu ditemukan KPK berdasarkan pengamatan di lapangan sejak 11 hari sebelum Idul Fitri. Diduga, voucher itu diborong untuk dibagi-bagikan sebagai parsel Lebaran.

Pengamatan itu, menurut Lambok, dilakukan di berbagai tempat, misalnya pusat belanja dan sejumlah kantor BUMN. Jenis voucher yang ditemukan adalah voucher belanja dengan nominal Rp 100 ribu per lembar. "Keseluruhannya bernilai jutaan rupiah," ujar Lambok.

Pemberian voucher belanja itu, dia menegaskan, masuk dalam ranah gratifikasi jika memang ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan pejabat negara. Padahal, katanya, KPK telah mengirimkan surat kepada semua BUMN agar tidak menggunakan ritual agama demi melancarkan bisnis.

Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil justru menilai pemberian voucher oleh BUMN masih dalam batas kewajaran. "Saya berprasangka baik saja, barangkali voucher itu tunjangan hari raya untuk karyawannya," kata Sofyan saat acara halalbihalal di kediamannya, Jalan Denpasar, Jakarta, Sabtu lalu.

Menurut Sofyan, pemberian voucher masih dalam batas kewajaran apabila mengikuti ketentuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan surat edaran Komisi Pemberantasan Korupsi. Antara lain, Sofyan menyebutkan, pemberian voucher dari atasan untuk bawahan, dari direksi untuk relasi. Selain itu, nilai voucher tidak lebih dari Rp 250 ribu.

"BUMN sebagai usaha bisnis memberikan kepada relasi bisnisnya, itu tidak apa-apa," katanya. Yang tidak diperbolehkan, menurut dia, antara lain pemberian voucher dari bawahan ke atasan dan ke pejabat pemerintah. (*)

Jumat, 12 Oktober 2007

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H

Keajaiban-keajaiban dapat lahir dari sebuah senyum. Senyum dapat mencairkan suasana, menghangatkan keluarga dan mempererat silaturahmi kita bersama. (Sumber : Teks Iklan Lebaran Pertamina)

Segenap Pimpinan dan Karyawan The Indonesia Watch Menyampaikan : Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Minggu, 07 Oktober 2007

Ingat Janji Fauzi Bowo , Besok Kita Tagih Realisasinya

[The Indonesia Watch] - Fauzi Bowo dan Prijanto akhirnya dilantik menjadi Gubernur/Wagub DKI Jakarta. Tentu saja semua warga berharap agar gubernur baru ini dapat merealisasikan janji-janji yang diumumkan kepada warga, pada saat kampanye tempo lalu. Pengalaman yang sudah-sudah, biasanya janji tinggal janji, namun realisasinya entah sampai di mana.

Warga Jakarta tentu saja tidak mau janji kosong. Dengan penuh kesadaran untuk menciptakan Jakarta yang aman, nyaman, dan sejahtera, sebaiknya semua komponen warga Jakarta mencermati perjalanan kinerja kepemimpinan Fauzi Bowo. Janji yang direalisasikan tentu pantas kita puji, tetapi yang tidak direalisasikan tentu kita akan tagih bersama-sama.

Berdasarkan catatan media, berikut ini sebagian kecil janji-janji Fauzi Bowo semasa kampanye. Pertama, soal pendidikan : meningkatkan mutu pendidikan dan menambah kualitas sekolah gratis yang selama ini sudah berjalan dan mengembangkan sekolah kejuruan. Kedua, soal kesehatan : meningkatkan kualitas rumah sakit pemerintah dan menyediakan obat-obatan yang cukup dengan harga yang terjangkau.

Ketiga, soal transportasi : melanjutkan pembangunan monorel, subway, dan sejenisnya demi kelancaran arus lalu lintas. Keempat, soal ekonomi : penguatan akses modal dan akses pasar bagi UKM dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Kelima, soal sosial : memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan diri sendiri sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Dan, masih banyak janji lainnya.

Tentu saja, untuk merealisasikan janji-janji tersebut tidak semudah mengucapkannya. Namun demikian, sebaiknya Fauzi Bowo/Prijanto sudah memberikan sinyal-sinyal atau tanda-tanda untuk merealisasikannya dalam Seratus (100) Hari Pertama sebagai Gubernur/Wakil Gubernur. Jika dalam 100 hari pertama masih belum ada sinyal positif untuk merealisasikan janjinya, kami merasa pesimistis Fauzi Bowo bisa lebih sukses dibanding Sutiyoso, pendahulunya. Kita lihat saja, nanti.

(Sumber : IndoPos (4/10/2007), Kompas Dotcom (7/10/2007), Sinar Harapan (8/10/2007), Kontan (9/10/2007), Media Indonesia ((15/10/2007)